Ngidam Suami Orang

Namaku Davira (nama samaran). Pada awal kisah ini terjadi, usiaku 25 tahun dan sudah menikah dengan seorang duda yang usianya hampir dua kali lipat umurku. Ya ketika Mas Praditya menikahiku, usianya sudah 45 tahun. Ia ditinggal mati oleh istrinya yang menderita penyakit gagal ginjal.

Dari mendiang istri pertamanya, Mas Adit mempunyai dua orang anak laki-laki, yang pada waktu aku baru menikah usia anak tiriku itu baru 18 tahun dan 19 tahun. Yang sulung bernama Yanu. Adiknya bernama Kendo. Tapi mereka tidak tinggal bersamaku, karena yang sulung kuliah di Jakarta, sementara Kendo tinggal bersama tantenya (adik ibunya almarhumah).

Cerita Sex Wanita Hamil Ngidam Aneh


Perkawinanku dengan Mas Praditya berjalan mulus dan berselimutkan kebahagiaan. Kehidupan kami lumayan berkecukupan, karena Mas Adit seorang manager marketing di sebuah perusahaan swasta yang cukup besar. Dengan sendirinya gaji dan penghasilan tambahan Mas Adit cukup besar. Cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bahkan banyak lebihnya.

Yang membuatku bahagia adalah perilaku Mas Adit kepadaku. Katakanlah ia sangat memanjakanku. Apa pun yang kuminta, selalu saja dikabulkannya. Namun tentu saja permintaan-permintaanku selalu yang masuk di akal.

Tadinya Mas Adit dan aku dijodohkan oleh tanteku (adik Papa). Aku pun manut saja kepada Tante Eka, demikian nama adik Papa itu. Karena usiaku sudah 24 tahun, dalam keadaan menganggur pula. Kerja gak, kuliah pun gak.

Katakanlah perkawinanku dengan Mas Adit bukan berdasarkan cinta. Tapi lama kelamaan perasaan sayangku padanya mulai tumbuh. Terutama karena aku sudah merasakan betapa baiknya suamiku itu.

Cinta kami pun berbunga dan berbuah. Aku mulai telat menstruasi. Dan setelah memeriksakan diri ke dokter, aku dinyatakan positif hamil.

Mas Adit tampak senang sekali mendengar berita kehamilanku. Ia menciumi pipiku sambil membelai rambutku dengan lembut.

Sejak hari itu Mas Adit semakin memanjakanku. Setiap pulang dari kantor, selalu ada saja makanan kegemaranku yang dibelinya, lalu diberikannya padaku.

Tapi tahukah suamiku bahwa dalam masa ngidam ini aku terus-terusan digoda oleh mimpi aneh ini? Apakah hal ini pernah terjadi juga pada wanita lain di masa ngidamnya? Lalu… apakah aku harus berterus terang kepada suamiku tentang mimpi-mimpi gila yang lalu menjadi obsesiku ini?

Berhari-hari aku memikirkan hal itu. Aku ingin menceritakan hal itu kepada suamiku, tapi aku takut… takut suamiku marah dan lalu membuatnya tidak menyayangiku lagi. Tapi kenapa aku terus-terusan digoda oleh bayangan tentang adegan di dalam mimpi itu?

Sampai pada suatu sore, suamiku pulang dari kantor sambil membawa makanan kegemaranku. Namun sejak aku digoda oleh khayalan aneh itu, makanan apa pun tiada yang menerbitkan seleraku.

“Dalam beberapa hari ini makanan kegemaran Adek gak pernah disentuh. Kenapa sayang?” tanya suamiku sambil mengusap-usap rambutku (dia biasa memanggil “Adek” padaku).

Aku tak menjawabnya. Cuma tersenyum lirih.
“Biasanya kalau hamil muda kan suka ngidam. Apakah Adek ada yang diinginkan?” tanyanya lagi.
“Ada,” aku mengangguk sambil tersenyum manja, “tapi bukan makanan.”
“Ohya?! Pengen apa? Ngomong aja terus terang.”
“Gak ah. Takut Mas marah.”
“Kenapa harus marah?”
“Soalnya keinginanku ini gak wajar Mas.”

“Iya gakpapa. Istri yang lagi ngidam memang suka ada yang aneh-aneh keinginannya. Ada yang minta makan bubuk genteng, ada yang pengen disuapin seperti bayi, ada yang pengen mainin cacing dan banyak lagi. Lantas Adek pengen apa?”

“Aaah… takut Mas marah.”
“Gak… aku janji takkan marah.”
“Beneran Mas takkan marah?”
“Iya.”
“Janji dulu Mas takkan marah.”
“Barusan aku kan udah janji takkan marah. Katakan aja apa yang Adek idamkan?”
“Malu nyebutinnya Mas,” sahutku sambil menyandarkan kepalaku di bahu suamiku.

“Lho… kok malu? Sebutin aja, sayang. Kan aku udah janji takkan marah, apa pun permintaan Adek akan kukabulkan.”

“Mas… aku… aku ingin…” ucapanku tersendat di tenggorokan, karena aku tahu bahwa apa yang kuinginkan ini bukan hal yang biasa.

“Lho… kok ngomongnya sepotong-sepotong?”
“Mmm… mulanya aku mimpi aneh Mas… mimpi… mimpiin megang titit Dimas.”
“Ohya?! Terus?”
“Gak tau kenapa aku harus mimpi seperti itu. Dan… sejak mimpi itu aku jadi… jadi ngebayangin terus… ngebayangin megang titit Dimas… tapi Mas jangan marah ya…”

Mas Adit tampak seperti heran. Tapi sesaat kemudian ia menepuk bahuku sambil berkata, “Gampang itu sih. Nanti Dimas kupanggil dan apa yang Adek idamkan pasti tercapai. Tenang aja.”

“Bener Mas? Jadi… jadi Mas gak marah?”
“Gak…” Mas Adit menggeleng, “Kan udah kubilang, perempuan yang sedang ngidam suka punya keinginan yang aneh-aneh.”

Aku tertunduk. Ada perasaan malu bercampur haru, karena sikap suamiku tampak biasa-biasa saja. Padahal keinginanku ini lain dari yang lain. Seharusnya suamiku geram, kesal, cemburu dan sebagainya. Tapi dia tampak santai saja. Bahkan tanpa kuduga-duga ia mengeluarkan hapenya. Dan… alangkah mengejutkannya ketika kudengar suara suamiku di dekat hapenya: “Dimas!

Setelah suamiku meletakkan hapenya di atas meja riasku, aku memegang pergelangan tangannya. “Mas… secepat itu memanggil Dimas ke sini?”

“Keinginan istri ngidam harus segera dilaksanakan, supaya anaknya gak ngeces kelak,” sahutnya sambil mengecup dahiku.




Subscribe to receive free email updates: